Assalammualaikum teman-teman,
Banyak sekali kekurangan dalam
diri kita. Kurang mancung. Kurang putih. Kurang kaya. Kurang pintar. Dan
beragam macam kurang-kurang lainnya. Oleh karena itu, kita tidak pernah kekurangan
alasan untuk bersembunyi dibalik serba kekurangan yang kita miliki.
Sampai-sampai, alasan yang kita kemukakan itu tidak lagi bisa diterima akal
karena sama sekali tidak bermutu. Herannya, semakin hari kita semakin nyaman
dengan beragam alasan itu. Seolah-olah kita sudah menjadi sahabat terbaik bagi
para alasan dan enggan beranjak barang sedikit saja dari tempat persembunyian
itu. Padahal, kita percaya bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Dan kita juga
percaya bahwa dibalik ketidaksempurnaan itu; ada orang-orang yang bisa
menghasilkan pencapaian tinggi. Tapi, mengapa bersembunyi dibalik kekurangan
diri ini kok terasa begitu nikmat?
Akhir tahun lalu, saya mengikuti
bowling fun game. Dengan modal keterampilan main bowling yang nol besar ini,
saya berhasil memenangkan hadiah berupa 3 lembar voucher masing-masing bernilai
seratus ribu rupiah. Jadi, pasti kemenangan itu merupakan ’keberuntungan
seorang pemula’. Beberapa hari yang lalu, voucher itu ’ditemukan’ kembali
terselip dibuku catatan saya. Lalu, saya menggunakannya untuk mampir disebuah
cafeshop. Sekedar nongkrong sejenak selepas mengikuti kelas fitness. Sekarang
Anda sudah tahu bahwa saya berani masuk kesana gara-gara memiliki voucher itu;
sehingga saya cukup mengeluarkan uang 15 ribu rupiah saja untuk makan berdua
rada gaya. Kalau tidak ada voucher itu; saya tidak makan disitu, haha.
Ketika tengah menikmati ice
blended vanilla dan smoked beef cake itu mata saya tertuju kepada sebuah meja
dimana disana tengah bersantap siang sebuah keluarga terdiri dari Ayah, Ibu,
dan dua anak yang lucu-lucu. Anak-anak sibuk bermain. Sang Ibu sibuk menyuapi
mereka. Sedangkan sang Ayah terlihat asyik melayani pertanyaan-pertanyaan
anak-anak sambil terus bekerja dengan lap-topnya. Sungguh, saya terkesan dengan
lelaki seumuran saya itu. Entah mengapa, saya merasa ada ’aura’ kuat yang
terpancar dari dalam dirinya. Ketika itu saya merasa seolah tengah memandang
seorang bintang dengan segenap profesionalisme dan kompetensi. Padahal, saya
tidak mengenalnya.
Saya tidak berhenti mencuri
pandang kearahnya. Seperti ketika remaja dulu mencuri pandang ke arah gadis
pujaan hati. Bedanya, dulu saya melakukan itu karena perasaan suka kepada
kecantikan yang memukau. Sekarang, karena sebuah kekaguman. Diam-diam, dalam
hati saya berbisik; ingin rasanya meniru orang itu.
Saya mengira bahwa kekaguman itu
akan berhenti sampai disitu. Tetapi saya keliru seratus persen. Saya termangu
ketika menyaksikan pemandangan lain sesaat setelah itu. Yaitu, ketika orang itu
berubah posisi duduk dan serta merta saya menyadari bahwa ternyata orang itu
memiliki keistimewaan lain yang tidak dimiliki kebanyakan orang. Tahukah anda
apa keistimewaan itu? Beliau memiliki satu kaki.
Sekarang saya jadi malu kepada
diri sendiri. Dengan kesempurnaan fisik ini pun saya masih saja bersembunyi
dibalik seribu satu alasan untuk membesar-besarkan kekurangan diri. Sehingga
saya bisa dengan mudahnya menyerah. Lalu, memilih untuk bersikap pasif. Lalu
menjadi orang yang tidak berbuat apa-apa secara produktif.
Betapa banyak orang yang diberi
kesempurnaan penciptaan seperti kita, namun mempunyai mental yang lembek.
Betapa banyak orang yang memiliki kelengkapan fisik seperti kita, namun setiap
hari berkubang dengan keluh kesah. Padahal, betapa Tuhan telah memberi lebih
banyak dari yang kita butuhkan; tapi, kita masih saja memenjarakan diri didalam
kotak berlabel ’kurang’.
Saat ini, rasanya kok saya masih
duduk dihadapan orang hebat di cafe itu. Dan saya masih merasakan semangatnya
berputar-putar diatas kepala saya. Seolah dia berubah menjadi malaikat bersayap
indah, lalu berkata; ”Keluarlah dari tempat persembunyianmu..... Karena, Tuhan telah
memberimu segala yang engkau butuhkan, untuk menjalani hidupmu…..”
Menyadari kekurangan diri bisa
menghindarkan kita dari sifat sombong. Namun, terlalu membesar-besarkan
kekurangan diri pun bisa melupakan kita akan betapa banyak nikmat yang
sudah kita dapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar