Kisah yang menarik dimana tetap
mempertahankan prinsip menjadi orang baik dan harapan. David kuliah di fakultas
perdagangan Arlington USA. Kehidupan kampusnya, terutama mengandalkan kiriman
dana bulanan secukupnya dari orang tuanya. Entah bagaimana, sudah 2 bulan ini
rumah tidak mengirimi uang ke David lagi. Di kantong David hanya tersisa 1
keping dollar saja. David dengan perut keroncongan berjalan ke bilik telepon
umum, memasukkan seluruh dananya, yaitu satu keping uang logam itu, ke dalam
telepon.
“Halo, apa kabar?” telpon telah tersambung,
ibu David yang berada ribuan km jauhnya berbicara. David dengan nada agak
terisak berkata: “Mama, saya tidak punya uang lagi, sekarang lagi bingung
karena kelaparan.” Ibu David berkata: “Anakku tersayang, mama tahu.”
“Sudah tahu, kenapa masih tidak mengirim
uang?” David baru saja hendak melontarkan dengan penuh kekesalan pertanyaan
tersebut kepada sang ibu, mendadak merasakan perkataan ibunya mengandung sebuah
kesedihan yang mendalam. Firasat David mengatakan ada yang tidak beres, ia
cepat-cepat bertanya, “Mama, apa yang telah terjadi di rumah?”
Ibu David berkata, “Anakku, papamu terkena
penyakit berat, sudah lima bulan ini, tidak saja telah meludeskan seluruh
tabungan, bahkan karena sakit telah kehilangan tempat kerjanya, sumber
penghasilan satu-satunya di rumah telah terputus. Oleh karena itu, sudah 2
bulan ini tidak mengirimimu uang lagi, Mama sebenarnya tidak ingin
mengatakannya kepadamu, tetapi kamu sudah dewasa, sudah saatnya mencari nafkah
sendiri.”
Ibu David berbicara sampai disitu,
tiba-tiba menangis tersedu sedan. Di ujung telepon lainnya, air mata David juga
“tes”, “tes” tak hentinya menetes, dan ia berpikir Kelihatannya saya harus drop
out dan pulang kampung.” David berkata kepada ibunya, “Mama, jangan bersedih,
saya sekarang juga akan mencari pekerjaan, pasti akan menghidupi kalian.”
Kenyataan yang pahit telah membuat David
terpukul hingga pusing tujuh keliling. Masih 1 bulan lagi, semester kali ini
akan selesai, jikalau memiliki uang, barang 8 atau 10 dollar saja, maka David
mampu bertahan hingga liburan tiba, kemudian menggunakan 2 bulan masa liburan
untuk bekerja menghasilkan uang. Akan tetapi sekarang 1 sen pun tak punya, mau
tak mau harus drop out.
Pada detik ketika David mengatakan “Sampai
jumpa” kepada ibunya dan meletakkan gagang telpon itu, sungguh luar biasa
menyakitkan, karena prestasi kuliahnya sangat bagus, selain itu ia juga
menyukai kehidupan di kampus fakultas perdagangan Arlington tersebut. Sesudah
meletakkan gagang telpon, pesawat telpon umum tersebut mengeluarkan bunyi
gaduh, David dengan terkejut dan terbelalak menyaksikan banyak keping dollar
menggerojok keluar dari alat itu.
David berjingkrak kegirangan, segera
menjulurkan tangannya menerima uang-uang tersebut. Sekarang, terhadap uang-uang
itu, bagaimana menyikapinya? Hati David masih merasa sangsi, diambil untuk diri
sendiri, 100% boleh, pertama: karena tidak ada yang tahu, ke dua: dirinya
sendiri betul-betul sedang membutuhkan. Namun setelah bolak-balik dipertimbangkan,
David merasa tidak patut memilikinya. Setelah melalui sebuah pertarungan
konflik batin yang hebat, David memasukkan salah satu keping dolar itu ke dalam
telepon dan menghubungi bagian pelayanan umum perusahaan telepon. Mendengar
penuturan David, nona petugas pelayanan umum berkata, “Uang itu milik
perusahaan telepon, maka itu harus segera dikembalikan (ke dalam mesin
telepon).”
Setelah menutup telepon, David hendak
memasukkan kembali keping logam uang itu, tetapi sekali demi sekali uang
dimasukkan, pesawat otomat itu terus menerus memuntahkannya kembali. Sekali
lagi David menelepon, dan petugas pelayanan umum yang berkata, “Saya juga tak
tahu harus bagaimana, sebaiknya saya sekarang minta petunjuk atasan.” Nada
bicara David yang sendirian dan tiada yang menolong memancarkan getaran
kesepian dan kuyu, nona petugas pelayanan umum sangat dapat merasakannya,
menilik perkataan dari ujung telepon dia merasakan seorang asing yang bermoral
baik sedang perlu dibantu.
Tak lama kemudian, nona petugas pelayanan
umum menelepon ulang pesawat otomat yang sedang bermasalah itu. Dia berkata
kepada David, “Saya telah memperoleh ijin dari atasan yang berkata uang
tersebut untuk anda, karena perusahaan kami saat ini tidak mempunyai cukup
tenaga, tak ingin demi beberapa dollar khusus mengirim petugas ke sana.”
“Hore!”, David meloncat saking gembiranya.
Sekarang, uang logam itu secara sah menjadi miliknya. David membungkukkan
badannya dan dengan seksama nenghitungnya, total berjumlah 9 dollar 50 sen.
Uang sejumlah ini cukup buat David bertahan hingga bekerja memperoleh upah
pertamanya pada saat liburan nanti. Dalam perjalanan ke kampus, David tersenyum
terus sepanjang jalan. Ia memutuskan membeli makanan dengan menggunakan uang
itu lantas mencari pekerjaan.
Dalam sekejap liburan telah tiba, David
telah memperoleh pekerjaan sebagai pengelola gudang supermarket. Pada hari
tersebut, David menjumpai boss perusahaan supermarket, menceritakan kepadanya
tentang kejadian di telepon umum dan keinginannya untuk mencari pekerjaan. Si
boss supermarket memberitahu David boleh datang bekerja setiap saat, tidak
hanya pada liburan saja, sewaktu kuliah dan tidak terlalu sibuk juga boleh
bergabung, karena boss supermarket merasa David adalah orang yang tulus dan
jujur, terutama adalah orang yang seksama, membenahi gudang mutlak bisa
dipercaya. David bekerja dengan sangat giat, boss sangat mengapresiasinya dan
juga merasa kasihan. Si boss memberinya upah dobel.
Sesudah menerima gaji, David mengirimkan
keseluruhan gajinya kepada sang ibu, karena pada saat itu David sudah
mendapatkan info bahwa ia berhasil memperoleh bea siswa untuk satu semester
berikutnya. Sesudah 1 bulan, uang dikirim balik ke David. Sang ibu menulis di
dalam suratnya: “Penyakit ayahmu sudah agak sembuh, saya juga telah mendapatkan
pekerjaan, bisa mempertahankan hidup. Kamu harus belajar dengan baik, jangan
sampai kelaparan.” Sesudah membaca surat itu, David menangis lagi. David tahu,
meski orang tuanya menahan lapar, juga tidak bakal meminta uang kepada David
yang sedang perlu dibantu. Setiap kali memikirkan hal ini, David berlinang
bersimbah air mata, sulit menenangkan gejolak hatinya.
Setahun kemudian, David dengan lancar
menyelesaikan kuliahnya. Setelah lulus, David membuka sebuah perusahaan, tahun
pertama, David sudah mengantongi laba US $ 100.000. Ia senantiasa tak bisa
melupakan kejadian di telepon umum. Ia menulis surat kepada perusahaan telepon
tersebut: “Hal yang tak bisa saya lupakan untuk selamanya ialah, perusahaan
anda secara tak terduga telah membantu dana US $ 9,50 kepada saya. Perbuatan
amal ini, telah membuat saya batal menjadi pemuda drop out dan menuju kondisi
miskin, bersamaan itu juga telah memberi saya energi tak terhingga, mendorong
saya setiap saat tidak melupakan untuk berjuang. Kini saya mempunyai uang, saya
ingin menyumbang balik sebanyak US $ 10.000 kepada perusahaan anda, sebagai
rasa terima kasih saya.”
Boss perusahaan telpon bernama Bill
membalasnya dengan surat yang dipenuhi antusiasme: “Selamat atas kesuksesan
kuliah anda dan usaha yang telah berkembang. Kami kira, uang tersebut adalah
uang yang paling patut kami keluarkan. Ini bukannya merujuk pada $9,50 yang
dikembalikan dengan $10.000, melainkan uang itu telah membuat seseorang
memahami sebuah petuah tentang prinsip tertinggi kehidupan.”
So, di saat-saat paling sulit, Pertama :
Jangan melupakan harapan sudah ada di depan mata. Kedua: Jangan lupa menjaga
moralitas.
3 komentar:
Ijin share ya mas,,,
ijin share ya mas,,,
silahkan ,,,,,,,
Posting Komentar