Jumat, 06 Juli 2012

261. Tergesa-gesa


Ririn sudah delapan bulan belum mendapatkan pekerjaan lagi. Delapan bulan yang lalu dia berhenti bekerja karena kantor pusat tempatnya bekerja dipindahkan ke lokasi pabrik di luar kota. Membayangkan jarak pabrik dengan rumahnya yang sangat jauh, Ririn memilih mengundurkan diri. Sebenarnya bisa saja dia mencari tempat kost dekat kantor, tapi Ririn agak malas tinggal di tempat kost yang jauh dari orang tuanya.


Selama delapan bulan ini Ririn tak henti-hentinya mencari pekerjaan. Tapi ternyata tidak semudah yang dikiranya. Ternyata setelah delapan bulan dia belum juga berhasil. Ririn sangat tertekan. Rasanya sudah tidak betah tinggal di rumah terus. Rasanya Ririn mau digaji berapa pun asalkan bisa bekerja.


Sampai suatu hari, ketika Ririn melamar sebagai sekretaris di sebuah perusahaan, usahanya tampaknya membuahkan hasil. Ririn langsung datang ke kantor tersebut dengan membawa berkas lamarannya. Pada saat itu semangatnya untuk bekerja menggebu-gebu. Seandainya dia bisa mulai bekerja hari itu juga, Ririn pun bersedia.


Semangat dan motivasinya terekspresi sehingga menimbulkan kesan positif dari Sumi, pimpinan perusahaan itu. Sumi menjelaskan bahwa perusahaan itu sedang mencari telemarketer dan menanyakan apakah Ririn bersedia. Saat itu perusahaan tidak membutuhkan sekretaris. Ririn pun dengan semangat menyatakan kesediaannya.


Beberapa hari kemudian Ririn dipanggil lagi untuk mengikuti psikotes. Pada kesempatan itu Ririn merasa semakin semangat untuk segera mulai bekerja. Ririn belum tahu bahwa dalam hati kecilnya, Sumi sudah menentukan pilihan terhadap Ririn. Setelah selesai tes, Sumi pun semakin yakin bahwa Ririn akan bekerja dengan rajin dan baik.


Akhirnya pada panggilan berikutnya, Sumi mengungkapkan bahwa Ririn diterima bekerja. Tapi perusahaan hanya mmpu memberikan gaji lebih kecil dari harapan Ririn. Meskipun mulanya agak ragu, Ririn menerima tawaran tersebut karena dia ingin cepat-cepat bisa bekerja.


Namun ketika Sumi memberikan penjelasan mengenai tugas-tugas yang harus dilakukannya, Ririn mulai ragu. Selain harus menghubungi pelanggan dia juga harus memberikan presentasi ke pelanggan. Ririn kuatir karena dia belum pernah melakukannya. Dia meragukan kemampuannya sendiri.


Sumi menjelaskan bahwa Ririn tidak akan langsung dilepas sendiri pada saat memberikan presentasi, tapi pada awalnya akan didampingi sampai dia benar-benar mampu. Ririn pun semangat kembali dan ingin segera mulai. Bahkan dia ingin mulai bekerja hari itu juga. Tapi Sumi meminta dia mulai hari Senin saja.


Ririn senang sekali. Dia pulang dengan hati penuh kegembiraan karena kini dia bisa bekerja kembali. Tapi sesampainya di rumah ketika dia menceritakan hal itu kepada saudara-saudaranya, semua orang mencelanya. Semua saudaranya menyalahkannya mengapa dia mau menerima gaji yang lebih rendah itu.


Mereka menyuruhnya mencari pekerjaan lain saja yang menghasilkan gaji lebih besar. Mula-mula Ririn berusaha menjelaskan bahwa dia akan menerima komisi yang cukup besar, sehingga total gaji yang diterima akan lebih besar dari gaji yang dimintanya sejak awal. Tapi kemudian Ririn kalah suara. Dia dikeroyok oleh semua anggota keluarganya. Lama kelamaan Ririn mulai percaya bahwa dia telah salah mengambil keputusan.


Bertindak pasif Ririn bingung. Mau membatalkan ke Sumi, dia malu. Tapi untuk meneruskan bekerja, dia juga berat karena semua orang tidak mendukungnya. Akhirnya, daripada pusing, Ririn memilih bertindak pasif. Pada hari Senin di mana dia seharusnya mulai bekerja, Ririn memilih tidak datang. Dia mengundurkan diri secara diam-diam. Tanpa pamit, tahu-tahu tidak datang.


Sumi agak kecewa karena Ririn tidak muncul, tapi karena kebutuhan karyawan sangat mendesak, maka Sumi langsung memanggil kandidat kedua untuk mengisi jabatan tersebut. Bagi Sumi dan perusahaannya, masalah sudah terselesaikan.


Tapi bagi Ririn, masalahnya belum selesai. Ririn kini merasa bersalah karena telah mengundurkan diri tanpa pamit. Sudah dua hari ini dia tidak enak makan dan tidak enak tidur. Ririn merasa bahwa dia sebenarnya terlalu cepat mengambil keputusan.


Seandainya dia berpikir positif, bukankah perbedaan gaji itu tidak terlalu besar? Bukankah dia masih bisa mendapat komisi yang jauh lebih besar? Bukankah dia seharusnya bersyukur karena mendapatkan pekerjaan? Bukankah Sumi, calon atasannya, sudah berjanji untuk mendampinginya dalam presentasi? Apa lagi yang ditakutinya?


Ririn menyesal. Mengapa waktu itu dia mengambil tindakan mengundurkan diri dengan diam-diam? Bukankah dia bisa belajar meningkatkan kemampuannya? Lagipula, tiga bulan lagi gajinya pasti naik. Seandainya dia mau berpikir terlebih dahulu, dia tidak akan salah langkah. Seandainya dia tidak tergesa-gesa, dia bisa bertindak lebih bijaksana.


Ririn hanya bisa menganggap pengalaman ini sebagai pelajaran yang berharga. Dia tidak mau lagi tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Dia ingin terus belajar, tidak takut pada tugas dan tantangan baru.

Learn! You will succeed!

Source : Tergesa-gesa oleh Lisa Nuryanti, Director Expands Consulting & Training Specialist

Tidak ada komentar:

Posting Komentar