- 25 September 2001 - 10:06
EraMuslim
EraMuslim
Bagi seorang gadis, ada masa penantian yang
acapkali menimbulkan suasana rawan, menanti jodoh. Padahal jodoh, maut dan
rezeki adalah wewenang Allah semata. Tak ada sedikitpun hak manusia untuk mengklaim
wewenang tersebut. Tapi, watak manusia terkadang lupa dengan janji Allah.
Apalagi bila lingkungan sekitarnya terus menerus memburu'nya untuk menikah,
sementara jodoh yang dinantikan tak kunjung tiba. Dalam keadaan demikian, kerap
muncul bermacam efek yang dapat membahayakan dirinya.
Seorang wanita akan dianggap dewasa bila ia
telah mengalami menstruasi. Islam mencatat masa ini sebagai masa awal
mukallafnya seorang wanita. Yang perlu diketahui, wanita sekarang menjadi akil
baligh jauh lebih cepat dibanding masa dahulu. Dua puluh tahun yang lampau,
wanita paling cepat mengalami menstruasi pada usia 15 tahun. Namun pada masa
ini, tak jarang wanita mulai mens pada usia 11 tahun. Akibatnya, kedewasaan
wanita terhadap masalah-masalah perkawinan akan meningkat secara cepat.
Keresahan mulai melanda tatkala usia sudah
merangkak naik, tapi calon suami tak kunjung datang. Tanpa disadari, ada
perilaku-perilaku yang mestinya tak layak dilakukan oleh seseorang yang sudah
dianggap sebagai teladan dilingkungannya. Ada muslimah-muslimah yang menjadi
sangat sensitif terhadap acara-acara walimah ataupun wacana-wacana seputar
jodoh dan pernikahan. Ada juga yang bersikap seolah tak ingin segera menikah
dengan berbagai alasan seperti karir, studi maupun ingin terlebih dulu
membahagiakan orang tua. Padahal, hal itu cuma sebagai pelampiasan perasaan
lelah menanti jodoh.
Sebaliknya, ada juga muslimah yang cenderung
bersikap over acting. Terlebih bila sedang menghadiri acara-acara yang juga
dihadiri lawan jenisnya. Ia akan melakukan berbagai hal agar
"terlihat", berkomentar hal-hal yang nggak perlu yang gunanya cuma
untuk menarik perhatian, atau aktif berselidik jika mendengar ada laki-laki
(ikhwan) yang siap menikah. Seperti halnya wanita dimata laki-laki, kajian
dengan tema "ikhwan" pun menjadi satu wacana favorit yang tak kunjung
usai dibicarakan dalam komunitas muslimah.
Data yang terlihat dibeberapa biro jodoh juga
menambah daftar panjang fenomena yang menggambarkan betapa kaum Hawa sangat
dihantui masalah-masalah rawan yang membuat kita berpikir panjang dan harus
segera dicarikan jalan keluarnya.
Tentang hal diatas, Al qur'an dengan apik
mengisahkan ketidakberdayaan seorang wanita menghadapi masa penantian.
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya
yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali ..." (QS. An
Nahl:92).
Pernikahan memang bukan fardhu. Tidak ada dosa
atas seseorang yang tidak menikah selama ia memang tidak menentang sunnah Rasul
ini. Jadi, sekarang atau nanti kita menikah, bukanlah problem utama. Yang
terpenting adalah bagaimana mengisi masa-masa penantian ini dengan hal-hal yang
positif ataupun aktifitas yang berkenaan dengan persiapan pra nikah.
Persiapan berawal dari hati. Kebersihan hati
akan membuat seseorang tenang dalam melangkah. Istilah "perawan tua"
tidak akan menggetarkan perjalanannya dan membuat dia berpaling dari jalan
dakwah. Kalaupun tak berjodoh di dunia, bukankah Allah akan menggantikannya di
akhirat kelak sesuai dengan tingkatan amalnya?
Kebersihan hati juga akan sangat menentukan
sikap qona'ah (ikhlas menerima dan merasa cukup) terhadap pemberian Allah.
Sehingga ia dengan senang hati menerima, jika sekiranya Allah memberinya jodoh
seseorang yang secara fisik (selain agama) tidak sesuai harapannya, agar tidak
kaget melihat standar kebahagiaan yang diluar bayangannya.
Orang tua dan keluarga juga perlu
dikondisikan, agar mereka tidak menyalahkan Islam. Banyak orang tua yang
beranggapan bahwa jilbab adalah yang selama ini menjadi penghalang anaknya
tidak mendapatkan pasangan.
Selain itu, bersabar dan berdo'a nampaknya
merupakan kunci mutlak untuk menstabilkan moral (akhlaq). Dengan kesabaran, ada
pintu-pintu yang terbuka yang barangkali tak terlihat ketika kita sedang sempit
dada. Dengan do'a, ada jalinan mesra dengan Sang Pemilik. Mungkin tidak saat
itu juga do'a-do'a kita akan segera dikabulkan, tetapi bukankah do'a adalah
ibadah? Jadi, semakin banyak do'a terucap, semakin banyak pula ibadah
dilakukan.
Buat para muslimah yang baru saja menikmati
keindahan meneguk bahtera rumah tangga, tampaknya ada sikap yang harus
dilakukan untuk menjaga perasaan muslimah yang belum menikah. Istri-istri baru
itu, biasanya senang "mengompori". Sebenarnya sikap ini sah-sah saja,
agar tampak bukti bahwa menikah tanpa pacaran, menikah dalam rangka dakwah
adalah "pengorbanan" yang menyejukkan. Tapi jika hanya sekedar
memanasi tanpa solusi, sebaiknya sikap seperti itu ditahan. Apalagi jika si
muslimah itu tidak siap dengan cerita-cerita seputar nikah itu, bisa jadi akan
memedihkan perasaannya.
Namun demikian, lain halnya dengan
muslimah-muslimah yang 'bandel', yang dengan berbagai alasan kerap menolak
untuk menikah meski seharusnya sudah siap. Baik tuntutan dakwah maupun tuntutan
lainnya.
Menikah adalah ibadah. Tapi, ia bukan
satu-satunya ibadah. Masih banyak alternatif ibadah yang bisa dilakukan.
Alangkah naifnya bila kita malah banyak membuang waktu untuk memikirkan masalah
pernikahan yang tak kunjung juga teralami. Masih banyak pekerjaan dan hal lain
yang membutuhkan penyaluran potensi kita. Mumpung masih gadis, optimalkanlah
potensi diri. Karena kelak, jika kesibukan menjadi istri dan ibu menghampiri
kita, waktu untuk menuntut ilmu, menghapal ayat Qur'an dan hadits, bahkan untuk
bertemu Allah di sepertiga malam, tentu saja akan berkurang. Nah, kenapa tidak
kita optimalkan sejak sekarang?
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad
diantaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar" (QS 3:142)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar