Rintiknya,
mengingatkan pada masa-masa yang telah lalu. Begitu pula hari ini. Dulu,
sewaktu kecil, saya ingin sekali punya mantel hujan. Kuning, itu warna yang
saya inginkan. Teman-teman saya yang lain telah memilikinya, dan mereka tampak
gagah dengan mantel itu. Untuk anak kelas 2 SD, semua yang berwarna cerah, akan
selalu tampak indah. Namun sayang, Ibu tak punya cukup uang untuk membelinya.
Walau sempat kecewa, saya harus menurut, dan menahan keinginan untuk mempunyai
mantel kuning itu.
Walau
begitu, saya tetap kesal. Dan rasa itu memuncak ketika saya harus pulang dari sekolah.
Hari itu hujan begitu deras. Saya makin kecewa dengan Ibu. Sebab, jika ada mantel,
tentu saya tak perlu kena hujan, dan bisa bergabung bersama teman-teman yang lain.
Kesal, dan marah, begitulah yang saya rasakan saat itu. Sementara yang lain
tertawa dan menikmati hujan, saya harus berjalan pulang dengan tubuh yang basah
kuyup.
Ah..
di tengah perjalanan, saya bertemu dengan Ibu. Dia tampak membawakan payung untuk
saya. Karena terlanjur marah, saya tak menerima payung itu, dan ngambek, untuk tetap
pulang tanpa payung. Walau begitu, ia tampak ingin melindungi saya dengan payungnya.
Mendekap, agar saya tak terlalu basah terkena hujan. Hujan makin deras, dan kami
pun berjalan pulang, walau saya tetap ngambek dan menolak untuk di payungi.
Sesampainya
di rumah, tingkah itu terus saya perbuat. Saya tetap menolak untuk berganti pakaian.
Akhirnya dengan sedikit terpaksa, hal itu saya selesaikan. Ibu, kemudian datang
dengan handuk, dan langsung menyelubungi saya dengan handuk itu. Ada kehangatan
yang segera menyergap. Saya menjadi lebih tenang. Tetap, tak ada kata-kata yang
keluar dari Ibu, selain terus menghangatkan saya dengan handuk itu. Tangannya terus
membersihkan setiap air hujan yang ada di badan. Disekanya kepala saya, agar nanti
tak membuat sakit. Masih dalam diam, Ibu kemudian memberikan pakaian ganti.
Setelah itu, dia masih menyodorkan teh manis hangat buat saya. Ya, segelas teh
manis, sebab susu coklat, adalah hal yang jarang saya rasakan saat itu. Ya,
kehangatan kembali hadir dalam tubuh. Walau saya mungkin tak mengerti apapun,
saya yakin, ada kehangatan lain yang diberikan Ibu saat itu.
Ya,
teman, begitulah. Ibu mungkin tak mampu membelikan saya mantel kuning seperti yang
saya impikan. Namun, payungnya telah membuat saya aman. Ibu mungkin tak mampu
membelikan saya mantel kuning untuk terhindar dari hujan, namun, dekapannya membuat
saya terhindar dari apapun. Ibu mungkin tak mampu membelikan saya mantel kuning
itu, namun, handuk hangatnya melebihi setiap kehangatan yang mampu diberikan setiap
mantel. Ibu mungkin tak mampu membelikan mantel kuning, namun, usapan lembutnya,
adalah segalanya buat saya.
Ibu
mungkin tak menjemput saya dengan mobil atau kendaraan lain, namun lingkaran tangannya
di tubuh saya, adalah dekapan yang paling indah. Ibu mungkin tak bisa memberikan
susu coklat, namun, teh manisnya, lebih berharga dari apapun. Ibu mungkin tak
bisa memberikan saya banyak hal lain, namun, dekapan, usapan, uluran tangan, perhatian,
kasih sayang, sudah cukup sebagai penggantinya.
Ya,
rintik hujan selalu membuat saya terharu. Terima kasih buat Ibu yang tak membelikan
saya mantel kuning. Karena, apa yang telah diberikannya selama ini, jauh melampaui
semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar