Beragam
pandangan orang tentang doa, terutama di kalangan kaum sufi. Sebagian
menganggap tak perlu berdoa karena semuanya sudah ditakdirkan. Namun, sebagian
besar kaum sufi yakin benar kalau doa itu perlu dan penting, karena Allah
sendiri memerintahkan kita berdoa dalam banyak ayat-Nya. Bahkan, Allah juga
memberikan redaksi doanya sekalian. Lantaran kita percaya doa sebagai perintah,
maka makbul atau tidak menjadi tak penting, karena doa tak lebih hanya sebagai
bukti dari ketaatan sekaligus kelemahan dan kepasrahan total kita kepada Allah.
Maka, kalau ada
orang yang berdoa dengan menargetkan agar doanya makbul, sungguh egois dan tak
beradab dia, sama halnya dengan memohon agar Allah menghadirkan surga di dunia
ini. Dan, kalaupun benar doanya dikabulkan, mungkin mirip dengan peristiwa kita
memberi sekerat roti kepada pengemis yang tua dan buruk muka supaya ia lekas
berlalu dari pintu rumah kita --begitu tamsil yang dilukiskan oleh Jalaluddin
Rumi. Biasanya orang seperti inilah yang gampang menggerutu : Saya kerapkali
berdoa, namun mulut saya yang berbusa belum juga disambut dengan ijabah.
Gerundelan
seperti ini sebenarnya bukan hanya milik orang modern, tapi juga keluhan
orang-orang yang sezaman dengan Ibrahim bin Adham, sufi berdarah biru dari
istana Balkh, yang hidup pada abad ke-8. Dituturkan bahwa Ibrahim bin Adham
rahimahullah melintasi pasar di Basrah. Lantas banyak manusia mengerubunginya,
seraya berucap, "Wahai Abu Ishaq (Ibrahim bin Adham), kami sudah berdoa
namun doa kami belum dikabulkan."
Jawab sang sufi,
"Hatimu telah redup oleh sepuluh perkara :
Satu, engkau
tahu Allah tapi engkau tidak menunaikan hak-Nya.
Dua, engkau
merasa mencintai Rasulullah namun engkau mencampakkan sunahnya (Hadis).
Tiga, engkau
membaca Alquran namun engkau tidak mengamalkan (ajarannya).
Empat, engkau
nikmati segenap karunia Allah namun engkau tidak mensyukurinya.
Lima, kau bilang
setan adalah musuhmu namun engkau tidak melawannya.
Enam, engkau
mengatakan bahwa surga adalah hak namun engkau tidak beramal untuknya.
Tujuh, katamu
neraka adalah hak namun engkau tidak lari darinya.
Delapan,
menurutmu kematian adalah hak namun engkau tidak bersiap-siap untuknya.
Sembilan, engkau
bangun dari tidurmu, lantas sibuk dengan aib orang lain, sementara borokmu
sendiri tidak engkau hiraukan.
Sepuluh, engkau
telah mengubur orang-orang yang mati di antara kamu, namun kamu tidak mengambil
ibrah (pelajaran) dari mereka."
Itulah sepuluh
prinsip doa yang diajarkan oleh sufi Ibrahim bin Adham. Semoga wasiat ini bisa
menjadi peredam bagi kita untuk tidak gampang melemparkan sumpah serapah kepada
Allah lantaran tidak segera mengabulkan doa kita. Karena boleh jadi keadaan
tersebut justru kita ciptakan sendiri. Mari kita hiasi akhlak kita dengan sifat
ta'ani (kalem) dan membuang jauh-jauh sifat 'ajalah (tergesa-gesa), karena
ketergesaan lahir dari setan, sementara setan adalah musuh kita yang paling
nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar