Bila semua teman-temanku bernyanyi, aku hanya bisa terdiam. Aku tidak
pernah tau harus bagaimana mengatakan pada dunia betapa aku sangat ingin
seperti mereka, bisa mendengar dan bernyanyi layaknya kehidupan normal. Sayangnya aku
terlahir dengan keadaan tuli, lebih sadisnya terkadang mereka orang-orang yang
tidak pernah mengerti perasaanku berkata kalau aku
“ BUDEK”...
“ Walaupun aku tidak bisa mendengar..”
Ayah duduk dikursi dan menyuruhku memperhatikannya bermain piano, Ia
menutup matanya lalu memainkan alunan tut piano itu.
“ Anakku, rasakanlah musik itu dalam hati dan kamu akan tau betapa Tuhan
sangat mencintai siapa pun makluk yang ia ciptakan. Walaupun kamu terlahir dengan keadaan cacat
dan tidak bisa mendengarkan suara musik itu dari telinga kamu.. Kamu bisa mendengarnya lewat hati
kamu..”
Ayah mengajakku untuk menyentuh setiap toth piano dan kami bermain bersama, aku
memang tidak bisa merasakan apa suara music itu tapi aku bisa merasakan nada
dari jari yang ku tekan dan itu membuatku bersemangat untuk berlatih piano klasik, aku tau
ibuku adalah seorang pemain piano sebelum ia meninggal saat melahirkanku. Aku
pun berjuang untuk bermain musik dan perlahan aku mampu membuat sedikit alunan
music yang indah. Semua itu ku rasakan dalam hatiku, semua itu kurasakan dalam jiwaku.
Beberapa minggu kemudian, aku mulai berani mendaftar dalam tim musik sekolahku
dan guruku menerimaku walaupun ia tau aku cacat tapi setelah aku mainkan piano
dan ia terkesan. Aku tau semua orang melihatku dengan aneh, seorang teman
bernama Agnes datang padaku.
“ Hai orang cacat, apa yang bisa kamu lakukan dengan telingamu yang tertutup
kotoran?”
Yang lain tertawa dan menambah kalimat yang melukai hatiku,
“ Dia mungkin mau jadi badut diantara tim kita, biarkan saja..”
Ejekan itu berakhir saat guruku datang, mereka semua kembali ke posisi
mereka masing dalam alat music yang mereka kuasai. Ibu guru pembimbing kelas musik
bersikap hangat padaku, ia memperkenalkanku pada semuanya.
“ Anak-anak mulai hari ini Angel akan bergabung dalam tim kita, semoga
kalian bisa berkerja sama dengan Angel ya..”
“ Ibu apa yang bisa lakukan untuk tim kita, dia kan budek?” ejek Agnes.
“ Agnes!! ibu tidak pernah mengajarkan kamu untuk menghina orang lain, jaga
sikap kamu. Walaupun Angel cacat secara fisik ia juga memiliki perasaan, tolong
kendalikan kata-kata kamu.”
Aku senang ibu membelaku tapi itu malah membuat semua membenciku, ibu mempersilakan
aku memainkan piano, dengan gugup aku bisa bermain dengan baik. Tidak ada satu pun tepuk
tangan dari teman-temanku, hanya ibu guru seorang. Ketika kelas bubar aku
mendekat pada ibu guru, aku menuliskan apa yang ingin aku katakan kepadanya, Ia
membacanya.
“ Ibu, aku mundur saja dari tim, aku tidak mungkin bisa menjadi bagian dari
mereka. Karena aku ini cacat. Mereka tidak akan menerimaku?”
“ Tidak sayang, jangan berkata demikian, kamu special, kamu berbakat, mereka
hanya belum terbiasa, percayalah kalau kamu sudah sering bermain dengan mereka.
Kamu akan diterima dengan suka cita. Jadi ibu tidak mau mendengarkan kalimat
kamu ingin mundur..”
“ Tapi bu, aku takut bila membuat semua jadi kacau.”
“ Anakku, beberapa minggu lagi, sekolah ini akan merayakan hari ulang tahunnya,
ibu percaya kamulah satu-satunya orang yang layak mengisi tempat di bagian piano,
karena teman kamu Rika (pianis sebelumnya) telah mundur karena sakit cacar”..
Aku pulang ke rumah dan memberi kabar kalau aku diterima dalam tim musik
sekolah, ayah begitu gembira menunggu saat-saat aku akan berada dipanggung, ia
terus melatih permainan pianoku.
Aku tidak pernah cerita betapa aku sangat diremehkan oleh teman-teman se-timku
yang hanya menganggap aku sampah yang tidak layak disamping mereka. Mereka
sering memarahi aku dengan kata-kata kasar lalu mereka menghinaku sebagai gadis
cacat, hal itu terus terjadi disaat kami berlatih persiapan untuk panggung
sekolah.
Mereka tidak pernah peduli apa yang kumainkan bila benar, mereka selalu bilang
salah. Padahal aku yakin aku benar-benar memainkan musik piano ini, sedihnya
saat aku bertanya dimana letak kesalahanku yang mereka jawab lebih menyakitkan.
“ Kamu ini tuli dan budek, bagaimana bisa kamu tau alunan musik yang kamu
mainkan itu benar atau salah? Kamu membuat aku muak dengan sikap kamu yang sok
pintar dan mencari muka di depan bu guru.” Kata Agnes padaku.
Aku menangis mendengarkan kalimat itu, aku berlari pulang ke rumah dan
satu-satunya kalimat yang kudengar hanya satu.
“ Pergi kamu gadis cacat, jangan pernah kembali ke tim kami, kami tidak
sudi menerima kamu dalam kelompok ini.”
Aku menangis hingga di depan rumahku dan ketika aku tiba di gerbang rumahku,
sebuah mobil ambulan ada di depan rumahku dan membawa ayah. Aku mengejar perawat yang membawa ayah,
ayahku tampak tertidur tanpa bicara, seorang tetanggaku berkata padaku.
“ Ayahmu terkena serangan jantung, kamu ikut tante saja. Kita pergi
bersama-sama ke rumah sakit.”
Aku shock dan menangis! Bagaimana hidupku tanpa ayah? Sepanjang perjalanan aku
terus menitikkan air mata. Ayah tidak sadarkan diri sejak sakit jantungnya kambuh, ia
memang memiliki sakit jantung sejak menikah padahal usianya masih sangat muda.
tiga hari lamanya aku menemani ayah yang tidak pernah sadarkan diri. Tiga hari
pula aku tidak pernah ke sekolah, bu guru bertanya pada Agnes mengapa aku tidak
masuk hari ini?
bergabung dengan tim kita, dia itu bodoh bu! Selalu melakukan kesalahan dan dia
pergi begitu saja saat latihan dan tidak pernah kembali hingga saat ini.
Ibu guru mencoba pergi ke rumahku, tapi tidak ada seorang pun orang dirumahku.
Aku tau beberapa hari lagi perayaaan musik di sekolahku akan dimulai. Mungkin
memang sudah menjadi garis tangan hidupku, aku tidak boleh menjadi tim sekolah.
Padahal aku sudah berjuang maksimal berlatih piano di rumah. Tapi aku tidak
bisa berbuat apa-apa selain menjaga ayahku karena ia lebih penting dalam
hidupku, ia satu-satunya sahabatku yang bisa mengerti keadaan ku setelah ibu
meninggal dunia.
Ya Tuhan jangan ambil ayahku, doaku setiap saat kepadanya..
Seminggu kemudian,
Ayah tersadar dan melihat aku di sampingnya.
Ia tidak bisa bicara banyak, selain bertanya mengapa aku di sini, mengapa aku
tidak berlatih bersama tim musik di sekolahku, aku berpura-pura berkata padanya
kalau mereka memberikan aku izin menjaga ayah. Ayah marah padaku, ia bilang aku
harus segera latihan dan ia ingin aku tampil di sana.
“ Jangan pedulikan ayah saat ini, yang
penting kamu harus bisa buktikan kepada semua orang kalau kamu bisa bermain
musik dan tunjukkan kepada mereka kamu gadis yang sempurna ”
Aku tau itu berat, tapi aku tidak ingin
ayah bersedih mendengar penolakkan sahabatku di sekolah, ia berjanji padaku
akan lekas sembuh asal aku terus bersemangat latihan musik. Akhirnya aku pun
pergi ke sekolah kembali dan masuk ke kelas musik. Ibu guru menyambutku dengan
baik, dan langsung memintaku berlatih. Setelah ia pergi, Agnes dan kawan-kawan
mendekatiku, mereka mendorongku hingga terjatuh.
“ Kamu itu makluk Tuhan paling menjijikan,
jangan membuat tim kami malu dengan kehadiran kamu di tim music kami. tidak
punya malu, padahal kami sudah mengusirmu..”
Aku terdiam, seorang teman mengatakan pada
Agnes,
“ Percuma dia tuli, dia ga akan
mendengarkan apa yang kita bicarakan.”
Agnes marah merasa aku tidak mendengarkan
semua kemarahannya, Ia bersama teman-teman mendorongku hingga keluar ruangan,
aku mengetuk pintu dan ketika tanganku berusaha membuka pintu, mereka menjepit
tanganku tanpa ampun, aku berteriak kesakitan dan mereka tidak peduli
“ Astaga dia bisa menjerit juga ya..
kirain dia itu bisu, bisa teriak juga hahaha “ ledek mereka.
Mereka menyiksaku dan aku tidak berdaya.
Tanganku terasa mati rasa, mungkin jariku patah. Aku meminta tetanggaku untuk
membalut luka ini dan ia sangat terkejut dengan keadaanku. Aku berkata padanya
aku terjatuh di jalan. Tapi aku tidak akan pernah menyerah untuk menjadi tim
musik kelasku. Hingga hari itu tiba, dengan luka balut tanganku aku muncul di
sekolah. Sebelumnya aku mengatakan pada ayah .
“ Ayah hari ini aku akan bermain musik di hadapan
semua orang, ayah harus mendengarkan ya. “
“ Anakku, ayah pasti mendengarkan. Maaf
saat ini ayah sedang sakit, ini adalah hari istemewamu. Tapi ayah sudah
pikirkan bagaimana caranya. Ambil telepon genggam ayah dan biarkan itu menyala
saat kamu mainkan.”
“ Baik ayah.” Aku menuruti ide cermerlang
ayah.
Saat aku keluar ruangan, dokter mengatakan
hal kecil disamping ayah “ Jantung anda melemah, anda harus terus berpikir
positif sehingga cepat sembuh”
“ Anak saya akan manggung hari ini, itu
membuat saya cemas”
“ Percayalah, anak anda adalah gadis luar
biasa"...
Aku menangis menuju sekolahku, Saat aku
tiba di sekolah, Agnes dan kawan-kawan melihatku dengan jijik. Sepertinya
mereka tidak mau aku di panggung, mereka manarik bajuku dan menamparku di
belakang panggung.
“ Pergi cepat, jangan pernah ada disini,
kami akan tampil tanpa kamu. Cepat pergi? Sebelum ibu guru datang”
Tidak, aku tidak akan menyerah walaupun
mereka menyiksaku. Aku sudah berjanji pada ayah untuk bermain musik di acara
sekolah. Karena mereka mendapatkan aku tidak menyerah, akhirnya mereka
mengancam tidak akan tampil dan memaksa aku tampil seorang diri, mereka ingin
membuatku malu.
“ Baiklah, kami tidak akan tampil. Dan
silakan kamu tampil sendirian, jadilah badut diatas panggung..”
Aku tidak mampu berbuat apa-apa ketika
mereka mengikat rambutku layaknya orang bodoh, memoles mukaku dengan cat warna
merah menyerupai badut sirkus. Aku tidak peduli, aku hanya ingin ayah bahagia
dan menepati janji kepada ayah untuk tampil dalam panggung itu. Setelah puas
mendandaniku seperti badut mereka pergi mendorong aku di atas panggung saat ibu
guru yang bertugas menjadi pembaca acara memanggil tim kami dan aku muncul
sendirian, mereka semua berlarian mengumpat.
“ DImana yang lain?” tanya ibu guru,
Aku terdiam, semua orang yang ada di
bangku penonton menertawakan aku, mereka melihat badut yang sedang berada di atas
panggung, aku sungguh tidak bisa berbuat apa-apa.
“ Astaga apa yang terjadi padamu dan yang
lain pergi kemana? Kita tidak akan bisa menjalankan acara music ini.”
Aku mengambil kertas dan menuliskannya “
Bu, izinkanlah aku bermain piano ini, aku sudah berjanji pada ayah untuk
bermain piano, ia sedang terbaring lemas di rumah sakit, jantungnya melemah
hari ini, aku takut ia akan semakin buruk bila tau aku gagal bermain bersama
tim musik di sekolah”
Ibu menatapku, ia sadar betapa aku sangat
sulit. “ Baiklah mainkanlah piano ini, tunjukkan pada dunia kalau kamu adalah
orang special dengan musikmu”
“ Terima kasih bu.”
Ibu guru memberikan kata-kata sambutan
kepada penonton yang terus tertawa karena melihat badut sepertiku, tapi aku
tidak peduli. Dengan keunggulan 3g, aku mengadakan video call dan ayah
tersenyum padaku memberikan semangat, ku letakkan telepon itu di atas meja
piano.
“Tuhan bimbing aku agar semua berjalan
dengan baik. Dan dengarkanlah musik ini..”
Setiap denting musik mulai memecahkan
semua tawa yang awalnya menghujatku, menghinaku, alunan musik ini membawa
perjalanan kisahku untuk berjuang menunjukkan pada dunia, aku memang terlahir
cacat, aku tidak pernah tau apa artinya musik, tidak tau bagaimana suara
burung, suara ayah bahkan tragisnya aku tidak pernah tau suara yang keluar dari
mulutku sendiri.
Tapi aku percaya, aku tercipta bukan tanpa
tujuan dalam dunia ini. ketika lagu itu usai ku mainkan, semua berdiri dan
memberikan tepuk tangan, aku menangis. ibu guru memelukku, aku ingin ibu
menyampaikan pesanku kepada penonton.
“ Terima kasih, memberikan aku kesempatan
untuk berada di tempat ini. Kini aku tau mengapa aku berbeda, karena Tuhan
mencintaiku. Aku tidak akan marah pada Agnes dan teman-teman, aku bersyukur
karena mereka mengajarkan aku tentang ketekunan dan ikhlas. Termasuk ayah, yang
selalu bilang padaku
“ kita tidak
perlu merasa sedih dengan keadaan kita, bagaimanapun bentuknya. Karena Tuhan
memberikan kita nafas kehidupan dengan tujuan hidup masing-masing”
Ya aku percaya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar