Namanya
Aini. begitu ummi biasa memanggilnya. Salah satu "adik" terbaik yang
pernah ummi miliki, yang pernah ummi temui dan alhamdulillah Allah pertemukan
ummi dengannya.
Seharusnya
20 Nopember nanti genap ia menginjak usia 37 tahun. Beberapa tahun bersamanya,
banyak contoh yang bisa ummi ambil darinya. Kedewasaan sikap, kesabaran,
keistiqomahan, dan pengabdian yang luar biasa meretas jalan dakwah ini. Seorang
muharrik dakwah yang tangguh dan tak pernah menyerah. Sosok yang tidak pernah
mengeluh, tidak pernah putus asa dan memiliki khusnuzon yang teramat tinggi
kepada Allah. Dan dia adalah salah satu amanah ummi terberat, ketika memang
harusnya ia sudah memasuki sebuah jenjang pernikahan.
Ketika
beberapa akhwat lain yang lebih muda usianya melenggang dengan mudahnya menuju
jenjang tersebut, maka Aini, Allah taqdirkan harus terus meretas kesabaran.
Beberapa kali ummi berikhtiar membantunya menemukan ikhwan shalih, tetapi
ketika sudah memulai setengah perjalanan proses.. Allah pun berkehendak lain.
Namun begitu, tidak pernah ada protes yang keluar dari lisannya, tidak juga ada
keluh kesah, atau bahkan mempertanyakan kenapa sang ikhwan begitu "
lemahnya " hingga tidak mampu menerjang berbagai penghalang ? Atau ketika
masalah fisik, suku, serta terlebih usia yang selalu menjadi kendala utama
seorang ikhwan mengundurkan diri, Aini pun tidak pernah mempertanyakan atau
memprotes " kenapa ikhwan sekarang seperti ini ?
Tidak
ada gurat sesal, kecewa, atau sedih pada raut muka ataupun tutur katanya.
Kepasrahan dan keyakinan terhadap kehendak Allah begitu indah terlukis dalam
dirinya.
Hingga,
akhirnya seorang ikhwan shalih yang dengan kebaikan akhlak serta ilmunya,
datang dan berkenan untuk menjadikannya seorang pendamping. Tidak ada luapan
euphoria kebahagiaan yang ia tampakan selain ucapan singkat yang penuh makna
"Alhamdulillah.. jazakillah ummi sudah membantu... mohon doa agar diridhai
Allah "
Alhamdulillah,
Allah mudahkan proses ta’arauf serta khitbah mereka, tanpa ada kendala apapun
seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Padahal ikhwan shalih yang Allah
pilihkan tersebut berusia 8 tahun lebih muda dari usianya.
Berkomitmen
pada sunnah Rasulullah untuk menyegerakan sebuah pernikahan, maka rencana akad
pun direncanakan 1 bulan kemudian, bertepatan dengan selesainya adik sang
ikhwan menyelesaikan studi di negeri Mesir.
Namun,
Allah lah Maha Sebaik-baik Pembuat keputusan..
2
minggu menjelang hari pernikahan, sebuah kabar duka pun datang. Usai Aini
mengisi sebuah ta’lim , motor yang dikendarainya terserempet sebuah mobil, dan
menabrak kontainer di depannya. Aini shalihah pun harus meregang nyawa di ruang
ICU. 2 hari setelah peristiwa itu, Rumah sakit yang menanganinya pun menyatakan
menyerah. Tidak sanggup berbuat banyak karena kondisinya yang begitu parah.
Hanya
iringan dzikir disela-sela isak tangis kami yang berada disana. Semua keluarga
Aini juga sang ikhwan pun sudah berkumpul. Mencoba menata hati bersama untuk
pasrah dan bersiap menerima apapun ketentuanNya. Kami hanya terus berdoa agar
Allah berikan yang terbaik dan terindah untuknya. Hingga sesaat, Allah
mengijinkan Aini tersadar dan menggerakkan jemarinya. Rabb.. sebait harapan pun
kembali kami rajut agar Allah berkenan memberikan kesembuhan, walau harapan itu
terus menipis seiring kondisinya yang semakin melemah. Hingga kemudian sang
ikhwan pun mengajukan sebuah permintaan kepada keluarga Aini.
"Ijinkan
saya untuk membantunya menggenapkan setengah Dien ini. Jika Allah berkehendak
memanggilnya, maka ia datang menghadap Allah dalam keadaan sudah melaksanakan
sunnah Rasulullah..."
Permintaan
yang membuat kami semua tertegun. Yakinkah dia dengan keputusannya ?
Dalam
kedaaan demikian, akhirnya 2 keluarga besar itupun sepakat memenuhi permintaan
sang ikhwan.
Sang
bunda pun membisikkan rencana tersebut di telinga Aini. Dan baru kali itulah
ummi melihat aliran airmata mengalir dari sepasang mata jernihnya.
Tepat
pukul 16.00, dihadiri seorang penghulu, orangtua dari 2 pihak, serta beberapa
sahabat dan dokter serta perawat... pernikahan yang penuh tangis duka itupun
dilaksanakan. Tidak seperti pernikahan lazimnya yang diiringi tangis
kebahagiaan, maka pernikahan tersebut penuh dengan rasa yang sangat sulit
terlukiskan. Khidmat, sepi namun penuh isakan tangis kesedihan.
Tepat
setelah ijab kabul terucap... sang ikhwan pun mencium kening Aini serta
membacakan doa di atas kain perban putih yang sudah berganti warna menjadi
merah penuh darah yang menutupi hampir seluruh kepala Aini. Lirih, kami pun
masih mendengar Aini berucap, " Tolong Ikhlaskan saya....."
Hanya
5 menit. Ya.. hanya 5 menit setelah ijab kabul itu. Tangisan pun memecah
ruangan yang tadinya senyap menahan sesak dan airmata. Akhirnya Allah
menjemputnya dalam keadaan tenang dan senyum indah.
Dia
telah menjemput seorang bidadari...
Sungguh
indah karunia dan janji yang telah Allah berikan padanya...
Dia
memang hanya pantas untuk para mujahidNya di Jannah al firdausi....
Dan
sang ikhwan pun melepas dengan penuh sukacita dengan iringan tetes air mata
yang tidak kuasa ditahannya...
"
..Saya telah menikahi seorang bidadari.. nikmat mana lagi yang saya
dustakan..."
Begitulah
sang ikhwan shalih mengutip ayat Ar RahmanNya...
Ya
Rabb.. Engkau sebaik-baik pembuat skenario kehidupan hambaMu.. Maka jadikanlah
kami senantiasa dapat mengambil hikmah dari setiap episode kehidupan yang
Engkau berikan...
Selamat
jalan adikku sayang ... engkau memang bidadari surga yang Allah tidak berkenan
seorang ikhwan pun di dunia ini yang bisa mendampingi kehidupanmu kecuali para
ikhwan shalih yang berkhidmat di jalan dakwah dengan ikhlas, tawadhu dan siap
berjihad dijalanNya dan kelak menutup mata sebagai seorang syuhada...."
Selamat
jalan Aini.. semoga Allah memberimu tempat terindah di surgaNya.... Semoga
Allah kumpulkan kita kelak didalam surgaNya...amiin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar