Dari
jam mahal ditangannya sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi, sementara sudah
hampir 10 menit mobil sama sekali tidak bergerak dan didepannya antrean mobil
sedemikian panjang. Dari mobil mewah seri terbarunya Pak Hartawan,, seorang
yang sangat kaya nampak gelisah. Sesekali badannya ditegakkan dan melongok ke
depan. Sopir pribadinya pun mengamati dari spion tengah tentang kegelisahan
sang Majikan. Dari sudut kanan depan tiba-tiba datang seorang wanita dengan
pakaian sangat kumal. Wanita itu tidak memiliki tangan, sementara di pundaknya
digantungkan sebuah tas untuk tempat recehan sedekah dari pengendara mobil.
Jangan dikasih Man!, nanti kebiasaan ! perintah Pak Hartawan kepada Pardiman
sopirnya. Sopirnya pun pura-pura cuek dan sibuk mengetuk-ngetuk setir, sambil
sesekali melirik dari sudut matanya. 3 Menit berlalu namun pengemis wanita itu
tetap berdiri disamping mobil seakan-akan memang sangat berhasrat untuk
mendapatkan sedekah. Ah dasar pemalas !, ya udah Man kasih aja recehan, biar
cepet pergi! sekali lagi Pak Hartawan memberikan perintah sambil memainkan
gadget terbarunya. eNggak ada recehan Pak?, jawab Pardiman. Ya sudah, kasih aja
uang pecahan yang paling kecil, jawab Pak Hartawan
Akhirnya
Pardiman mengambil satu lembar lima puluh ribuan yang merupakan pecahan
terkecil di kotak uang di bawah tombol AC. Mendapatkan sedekah lima puluh ribu
rupiah, pengemis wanita ini kegirangan, bukan main bahagianya, bahkan saking
senangnya sampai lupa berterima kasih. Lihat tuh Man, dasar orang tak tahu diri
sudah dikasih malah nggak bilang terima kasih. Bagaimana bisa menjadi orang
bahagia kalau nggak pernah menghargai pemberian orang lain. Jalanan masih saja
macet dan sudah lebih dari satu jam.
Di
samping kanan badan jalan, Pak Hartawan melihat pengemis wanita tadi sedang
makan dengan lahap bersama 4 orang anak kecil. Wajahnya menampakkan gurat
kebahagiaan yang tiada tara, sesekali dia melempar senyum senang sambil
menatapi mobil yang sedang macet. Pak Hartawan melihat dengan mata nanar.
Betapa bahagianya pengemis itu, hanya dengan lima puluh ribu rupiah dia bisa
makan dan mungkin mentraktir 4 orang anaknya sambil tertawa dengan bahagia.?.
Pak Hartawan melihat wajahnya sendiri di kaca spion tengah mobilnya. Apa
kurangnya aku ini, aku berada dalam mobil mewah, tidak kepanasan. Di dompetku
ada uang, ada ATM dengan saldo milyaran. Aku punya harta yang berlimpah ruah.
Tapi sudah satu jam ini aku gelisah luar biasa, tidak ada satu hal kebahagiaan pun
yang aku nikmati. Dilihatnya Pardiman yang sudah mulai terkantuk-kantuk namun
tetap bersiul-siul kecil menyenandungkan lagu dangdut kesukaannya. Betapa mudah
mereka untuk bahagia.
Dari
sudut di ruang hatinya terdengar bisikan Ternyata bahagia tidak ada kaitannya
dengan kepemilikan. Mungkin bahagia adalah bagaimana kita memandang sesuatu dan
belajar mensyukuri terhadap apa yang kita dapatkan dan menikmatinya. Pak
Hartawan tersenyum seakan menemukan sebuah kebahagiaan yang sederhana.
Dibukanya pintu kaca mobil dan berteriak memanggil si pengemis wanita. Setelah
pengemis itu dekat dengan pintu mobil, Pak Hartawan mengambil dompet dan
mengambil 5 lembar ratusan ribu, dia ingin melihat kebahagiaan yang lebih
besar. Diulurkan uang 5 lembar kepada sang pengemis. Pengemis itu justru mundur
satu langkah dan berkata, Maaf Pak, kami sudah kenyang!. Selesai berujar
pengemis itu pergi dan tidak menerima pemberian Pak Hartawan, dan dia
melanjutkan kembali bercanda di seberang jalan dengan 4 orang anaknya.
Membiarkan Pak Hartawan terbengong-bengong menyaksikan kesederhanaan sebuah kebahagiaan.
Mungkin
sangat jarang sekali pengemis yang gak nerima uang 500 rebu! tapi yang penting
hikmah dibalik cerita itu..
Kata
yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata cukup. Kapankah
kita bisa berkata cukup? Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa
dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya. Pengusaha hampir selalu merasa
pendapatan perusahaannya masih di bawah target. Istri mengeluh suaminya kurang
perhatian. Suami berpendapat istrinya kurang pengertian. Anak-anak menganggap
orang tuanya kurang murah hati. Semua merasa kurang dan kurang. Kapankah kita
bisa berkata cukup?
Cukup
bukanlah soal berapa jumlahnya. Cukup adalah persoalan kepuasan hati. Cukup
hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri. Tak perlu takut berkata
cukup. Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan
berkarya. ? Cukup? jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan
berpuas diri. Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita
terima, bukan apa yang belum kita dapatkan. Jangan biarkan kerakusan manusia
membuat kita sulit berkata cukup. Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang
ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.
Belajarlah
untuk berkata Cukup!
Lain
halnya dengan Ilmu … Jangan pernah Berkata CUKUP! Terus belajar, terus gali
Ilmu, terus membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar