Pada
pagi yang biasanya mendung itu, Istriku berucap perlahan seolah takut membuatku
marah. “Pak, antar ke pasar yuk, sudah habis persediaan di rumah, Ibu masih ada
sedikit uang, biar Allah saja yang mencukupkan” Akhir-akhir ini memang aku
sangat sensitif karena sedang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan, sudah
enam bulan dan entah sampai kapan. Sepanjang-jalan ke pasar kami tidak banyak
berbicara. Istriku cukup memahami situasi kegalauanku sehingga tidak banyak
bertanya. Bagaimana tidak galau 10 hari lagi adalah waktunya hutang-hutang
pinjaman usaha ke Bank harus kami cicil kembali untuk pembayaran bulan ini dan
luar biasa rekening bank sampai bisa bernilai nol karena dipotong pembayaran otomatis.
Sementara pembayaran hasil usaha belum dibayar, sudah terlambat tujuh bulan dan
entah kapan serta bagaimana terealisasinya. “Ya Allah lindungilah aku dan
keluargaku dari tekanan hutang piutang” do’aku dalam hati.
Seperti
biasa di pasar kelompok basah tidak ada barang palsu, semua asli ciptaan Allah.
Sayur, daging, ikan pasti sulit cari yang palsu, aduuh rasanya harus bersyukur
masih mudah merasakan keaslian ciptaanNya.
Tiada
terasa sampailah ke pedagang beras dan Istriku berujar: ”Pak, uang kita tidak
cukup membeli beras, masih terlalu mahal, mudah-mudahan beras di rumah cukup
untuk beberapa hari ke depan, kita pulang saja, cukup untuk hari ini”
Tertegun
dan sedih dalam hati “Ya Allah sampailah saatnya aku tidak sanggup membeli
beras, percuma menggerutu hasil operasi pasar, mudahkanlah kami ya Allah”
Seminggu
setelah itu, usai sholat Subuh, aku teringat adik pengojeg yang memiliki 2
tanggungan sementara menanggung pula adik iparnya beserta 1 anak yatim masih
harus membagi dua hasil ojegnya setiap hari dengan tetangganya. Terlintas pula
tetangga tukang bangunan yang sedang tidak memiliki pekerjaan sementara
Istrinya menjadi pembantu rumah tangga harian dengan 4 tanggungan anak. Mereka
pasti lebih sulit dari aku.
Menjelang
waktu Dhuha, Istriku menelepon bank, mudah-mudahan sudah ada pembayaran,
ternyata belum… dug seperti dipukul palu untuk kesekian kalinya. Istriku
menangis karena merasa terdesak, kami hanya dapat melakukan Dhuha dan
Istikharah saat itu. Setelah selesai tiba-tiba aku teringat bahwa masih ada
jalan untuk membeli beras dibanding pengojeg dan tukang bangunan itu, dengan
meminjam kembali ke Bank. Diawali sholat mutlak, kupanjatkan pada Allah bahwa
aku tidak mau menganiaya diri sendiri dengan menambah hutang, aku punya sedikit
keleluasaan berhutang, bila kubelikan 3 karung beras dan 2 karung ku sedekahkan
pada pengojeg dan tukang bangunan untuk memudahkan mereka, ku harap hanya Allah
saja yang memudahkan seluruh urusanku apapun bentuknya.
Hari
itu kami berhutang kembali, tidak lebih, hanya untuk 3 karung beras dengan niat
2 karung sedekah ikhlas karena Allah SWT. Sepulang dari pasar kami langsung ke
rumah tetangga tukang bangunan, kami serahkan 1 karung saat Istrinya masih
bekerja. Hanya ada 1 rasa saat itu, lega berbuat sesuatu yang diperlukan orang
lain, mudah-mudahan mendatangkan kebaikan bagi semua.
Keesokan
malamnya dalam hujan setelah menempuh 1,5 jam perjalanan, datang adik beserta
istrinya yang ternyata sedang hamil 7 bulan untuk mengambil beras. Selama ini
mereka menerima raskin 5Kg/Bln/Jiwa, kembali hanya ada 1 rasa saat itu, lega
berbuat sesuatu yang diperlukan orang lain, mudah-mudahan mendatangkan kebaikan
bagi semua.
Hari
ini adalah saatnya pembayaran cicilan pinjaman bank, Ya Allah Alhamdulillah
dalam rekening sudah ada pembayaran hasil pekerjaan dan kami tidak perlu
mencicil tapi karena ijin Allah dapat dilunasi semua. Kalau dibandingkan secara
matematis maka beras sedekah itu dibayar kontan oleh Allah sebesar 300 kali
lipat.
Allah
Maha Pengatur. Terlambat satu hari, denda dan bunga bank cukup menyakitkan.
Lebih cepat satu hari, rasa bergantungnya pada Allah akan terasa lain dan tidak
dapat digambarkan dengan kata-kata. Ternyata rejeki tidak hanya uang, tetapi
momen, kesehatan, keselamatan, kejernihan hati dan fikiran, kenikmatan
beribadah dan beramal dan masih banyak lagi… semua adalah rejeki.
Bonus
yang didapat karena Allah adalah membebaskan satu keluarga dari pinjaman
rentenir dan memberikan satu keluarga lain sarana usaha. Maha Suci Allah, kami
memiliki jalan lagi dari Allah untuk mengumpulkan harta bekal `pulang’ kami
nanti. Ya betul-betul harta untuk bekal kami sendiri bukan untuk diwariskan.
Sedangkan harta yang katanya milik kita, sebenarnya bukan harta kita tapi harta
warisan ahli waris kita… Astagfirullah jangan sampai kita sibuk mengurus harta
ahli waris kita sementara kita lupa `bekal pulang harta’ kita sendiri.
“Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya
dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki)
dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan” (QS 2: 245)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar