Saya
menemui Ibu Ela di rumahnya, depan mesjid jami Al Hidayah di Darmaga Lonceng,
Bogor. Menemuinya tidak butuh waktu lama, karena hampir semua orang di dekat
mesjid itu kenal Ibu Ela. Rumahnya ada di dalam gang, sedikit di bibir sungai.
Saya
mengucap salam dan dijawab oleh tetangganya.
Mas..
cari bu Ela ya? Iya, orangnya ada Bu? tanya saya. Oh.. dia lagi di sungai"
kata ibu tadi. Ngapain Bu..?? saya bertanya lagi. Mungkin sedang mencuci
pakaian, pikir saya. Memang kerjaannya tiap hari ke sungai, mungutin
sampah-sampah plastic dari botol kemasan sabun atau shampoo, bentar lagi juga
pulang" Jawab ibu tadi panjang lebar.
Informasi
yang saya terima ternyata benar adanya. Ibu Ela adalah wanita yang pekerjaannya
memang mengumpullkan sampah plastic dari kemasan. Cuma saya tidak terbayang,
bahwa untuk memperolehnya, dia harus memungut di sungai.
Tak
beberapa lama, datang wanita paruh baya, kurus, rambutnya diikat ke belakang,
banyak warna putihnya. Ibu Ela. Mengenakan baju bergambar salah satu calon
presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden tahun 2004 lalu. Saya
langsung menyapa. "Assalamu"alaikum".. Wa'alaikum salam. Ada apa
ya Pak?? tanya Ibu Ela.. 'Saya dari tabloid An Nuur, mendapat cerita dari
seseorang untuk menemui Ibu. Kami mau wawancara sebentar, boleh Bu?' saya
menjelaskan, dan mengunakan Tabloid An Nuur sebagai penyamaran. Oh.. boleh,
silahkan masuk! Ibu Ela, masuk lewat pintu belakang. Saya menunggu di depan.
Tak beberapa lama, lampu listrik di ruang tengahnya nyala, dan pintu depan pun
dibuka. 'Silahkan masuk!' Saya masuk ke dalam ruang tamu yang diisi oleh dua
kursi kayu yang sudah reot. Tempat dudukannya busa yang sudah bolong di bagian
pinggir.
Rupanya
Ibu Ela hanya menyalakan lampu listrik jika ada tamu saja. Kalau rumahnya
ditinggalkan, listrik biasa dimatikan. Berhemat katanya. Sebentar ya Pak, saya
ambil air minum dulu!' kata Ibu Ela. Yang dimaksud Ibu Ela dengan ambil air
minum adalah menyalakan tungku dengan kayu bakar dan di atasnya ada sebuah panci
yang diisi air. Ibu Ela harus memasak air dulu untuk menyediakan air minum bagi
tamunya.
'Iya
Bu.. ngga usah repot-repot...! Kata saya ngga enak. Kami pun mulai ngobrol,
atau wawancara.
Ibu
Ela ini usianya 54 tahun, pekerjaan utamanya mengumpulkan plastic dan menjualnya
seharga Rp 7.000 per kilo. Ketika
saya tanya aktivitasnya selain mencari plastic, Mengaji, katanya. 'Hari apa aja
Bu??? Tanya saya. Hari senin, selasa, rabu, kamis, sabtu' jawabnya. Hari Jum'at
dan Minggu adalah hari untuk menemani Ibu yang dirawat di rumahnya. Oh.. jadi
mengaji rupanya yang jadi aktivitas paling banyak. Ternyata dalam pengajian
itu, biasanya ibu-ibu pengajian yang pasti mendapat minuman kemasan, secara
sukarela dan otomatis akan mengumpulkan gelas kemasan air mineral dalam plastik
dan menjadi oleh-oleh untuk Ibu Ela. Hmm, sambil menyelam minum air rupanya.
Sambil mengaji dapat plastik.
Saya
tanya lagi, Paling jauh pengajiannya dimana Bu?? ? Di dekat terminal Bubulak,
ada mesjid taklim tiap Sabtu. Saya selalu hadir; ustadznya bagus sih" kata
Ibu Ela. 'Kesana naik mobil dong..?? tanya saya. 'Saya jalan kaki' kata Ibu Ela
'Kok jalan kaki??? tanya saya penasaran. Penghasilan Ibu Ela sekitar Rp 7.000 sehari.
Saya
mau tahu alokasi uang itu untuk kehidupan sehari-harinya. Bingung juga
bagaimana bisa hidup dengan uang Rp 7.000 sehari. 'Iya.. mas, saya jalan kaki
dari dini. Ada jalan pintas, walaupun harus lewat sawah dan jalan kecil. Kalau
saya jalan kaki, khan saya punya sisa uang Rp 2.000 yang harusnya buat ongkos,
nah itu saya sisihkan untuk sedekah ke ustadz" Ibu Ela menjelaskan.
'Maksudnya, uang Rp 2.000 itu Ibu kasih ke pak Ustadz?? Saya melongo. Khan Ibu
ngga punya uang, gumam saya dalam hati. 'Iya, yang Rp 2.000 saya kasih ke Pak
Ustadz buat sedekah.' Kata Ibu Ela, datar. 'Kenapa Bu, kok dikasihin?? saya
masih bengong. 'Soalnya, kalau saya sedekahkan, uang Rp 2.000 itu udah pasti
milik saya di akherat, dicatet sama Allah. Kalau uang sisa yang saya miliki
bisa aja rezeki orang lain, mungkin rezeki tukang beras, tukang gula, tukang
minyak tanah.
Ibu
Ela menjelaskan, kedengarannya jadi seperti pakar pengelolaan keuangan keluarga
yang hebat. Dzig! Saya seperti ditonjok Cris John. Telak! Ada rambut yang
serempak berdiri di tengkuk dan tangan saya. Saya Merinding! Ibu Ela tidak tahu
kalau dia berhadapan dengan saya, seorang sarjana ekonomi yang seumur-umur
belum pernah menemukan teori pengelolaan keuangan seperti itu.
Jadi,
Ibu Ela menyisihkan uangnya, Rp 2.000 dari Rp 7.000 sehari untuk disedekahkan
kepada sebuah majlis karena berpikiran bahwa itulah yang akan menjadi haknya di
akherat kelak. Wawancara yang sebenarnya jadi-jadian itu pun segera berakhir.
Saya pamit dan menyampaikan bahwa kalau sudah dimuat, saya akan menemui Ibu Ela
kembali, mungkin minggu depan.
Saya
sebenarnya on mission, mencari orang-orang seperti Ibu Ela yang cerita hidupnya
bisa membuat merinding.. Saya sudah menemukan kekuatan dibalik kesederhanaan.
Keteguhan yang menghasilkan kesabaran. Ibu Ela terpilih untuk mendapatkan
sesuatu yang istimewa dan tak terduga.
Minggu
depannya, saya datang kembali ke Ibu Ela, kali ini bersama dengan kru televisi
dan seorang presenter kondang yang mengenakan tuxedo, topi tinggi, wajahnya
dihiasai janggut palsu, mengenakan kaca mata hitam dan selalu membawa tongkat.
Namanya Mr. EM (Easy Money) Kru yang bersama saya adalah kru Uang Kaget,
program di RCTI yang telah memilih Ibu Ela sebagai ? bintang? di salah satu
episode yang menurut saya salah satu yang terbaik. Saya mengetahuinya, karena
dibalik kacamata hitamnya, Mr. EM seringkali tidak kuasa menahan air mata yang
membuat matanya berkaca-kaca. Tidak terlihat di televisi, tapi saya
merasakannya. Ibu Ela mendapatkan ganti Rp 2.000 yang disedekahkannya dengan Rp
10 juta dari uang kaget. Entah berapa yang Allah ganti di akherat kelak. Ibu
Ela membeli beras, kulkas, makanan, dll untuk melengkapi rumahnya. Entah apa
yang dibelikan Allah untuk rumah indahnya di akherat kelak... Sudahkah kita
menyisihkan ongkos ke akherat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar