Hari
ini ulang tahun pernikahan papa dan mama. Sejak sore mereka pergi dan akan
makan malam di luar. Aku ingin membuat kue tart dari resep yang kudapat di
sebuah majalah. Setelah dua belas tahun, inilah pertama kalinya aku belajar
membuat kue. Aku akan mencoba membuat kue terbaik untuk kupersembahkan kepada
papa dan mama di hari istimewa ini. Aku sudah membeli semua bahan yang
diperlukan dan begitu mobil yang dikendarai apa dan mama keluar dari pagar
rumah, aku segera berlari ke dapur untuk membuat kue.
Aku
sangat sibuk dengan kueku sehingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Hari
sudah malam dan mungkin sebentar lagi papa dan mama akan pulang. Aku mengangkat
kueku dari oven. Aku mencicipinya dan lapisan luarnya terasa agak pahit karena
gosong.
Aku
menarik nafas sambil memandang dapur yang berantakan. Blender dan mixer yang
kotor, ada tepung yang bertaburan di lantai dan meja, ditambah lagi dengna
mangkok-mangkok kotor yang belum sempat kubereskan, dan sebagainya. Mana yang
lebih dahulu harus kukerjakan, apakah menyelesaikan lapisan coklat di kueku
atau membereskan dapur yang berantakan. Akhirnya aku memutuskan untuk
menyelesaikan kueku. Ketika kue ku selesai, aku mendengar suara mobil memasuki
halaman rumah. Aku segera mematikan lampu dan berharap ketika papa dan mama
masuk ke dapur akan senang dengan kejutanku. Benar saja, papa dan mama berjalan
berdampingan menuju dapur dan ketika mereka sampai di pintu, aku menyalakan
lampu sambil berteriak “Suprise …!”
Mereka
tersenyum dan aku memeluk mereka sambil mengucapkan selamat atas pernikahan
indah mereka. Namun beberapa saat kemudian raut wajah mama berubah dan mama
menjadi marah. “Coba lihat, apa yang sudah kau perbuat di dapur ini sehingga
sangat berantakan. Sudah berapa kali mama katakan kepadamu untuk segera
merapihkan sendiri segala sesuatu yang sudah kau buat menjadi kacau.”
“Tetapi
Ma …” Belum sempat aku menjelaskan semuanya, mama sudah berpaling berjalan
menuju kamarnya sambil berkata, “Seharusnya mama mengawasimu merapikan semua
ini sekarang juga, tetapi sekarang mama sedang kesal. Besok pagi mama mau
semuanya sudah rapih.”
“Sayang,
coba lihat ke meja itu,” kata papa mencoba meredakan amarah mama.
“Aku
tahu bahwa meja itu juga sangat berantakan dan aku juga tidak akan tahan
melihatnya,” kata mama sambil berjalan.
Aku
dan papa hanya terdiam. Aku menangis dan memeluk papa sambil berkata, “Pa,
bahkan mama tidak melirik sedikit pun ke kue itu.”
Papa
membelai rambutku sambil berkata, “Sayang, banyak orang tua menderita penyakit
situational timberculer glaucoba - ketidakmampuan melihat gambaran secara
menyeluruh karena terpengaruh oleh hal-hal kecil, dan itu yang terjadi kepada
mama. Besok setelah mama tahu kau membuat kue untuknya, hatinya pasti akan
terharu.”
Kita
seringkali gagal melihat motivasi baik yang terbungkus oleh suatu keadaan yang
buruk. Situational timberculer glaucoba membutakan kita sehingga kita tidak
bisa melihat bentuk cinta kasih atau penghargaan yang dipersiapkan oleh
orang-orang yang kita kasihi. Ada seorang ibu yang mencubit anaknya hingga
memar karena anaknya memecahkan dua buah piring yang akan dicucinya. Manakah
yang lebih berharga, terbentuknya kerajinan anak atau harga dua buah piring
yang pecah itu ?
Jangan
lukai perasaan orang yang kita kasihi karena hal-hal yang kecil, telusuri
motivasi awal mereka ketika melakukan suatu hal kemudian bimbing mereka untuk
melakukannya dengan cara yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar